ISIS Bunuh Lima Jurnalis Televisi Libya

Dunia138 Dilihat

Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) membunuh lima orang wartawan sebuah stasiun televisi Libya di wilayah timur negeri itu. Demikian penjelasan seorang komandan angkatan darat Libya, Senin (27/4/2015).

Kelima wartawan itu sudah menghilang sejak Agustus tahun lalu, saat mereka meninggalkan kota Tobruk setelah meliput pelantikan parlemen negeri itu. Usai liputan ke Tobruk, kelima jurnalis itu sedianya akan menuju kota Benghazi dan melewati kota Derna, salah satu basis kelompok militan.

Faraj al-Barassi, seorang komandan militer distrik di wilayah timur Libya, mengatakan kelompok militan yang loyak kepada ISIS adalah pelaku pembunuhan para wartawan yang jasadnya ditemukan di luar kota al-Bayda.

“Lima jasad dengan luka di bagian leher ditemukan hari ini (Senin) di hutan Gunung Hijau,” kata Barrasi kepada kantor berita Reuters.

Gunung Hijau adalah wilayah berpenduduk jarang di sebelah timur kota Benghazi. Namun, Barrasi tak menjelaskan dugaan waktu tewasnya kelima wartawan itu.

Para jurnalis itu, empat warga Libya dan seorang asal Mesir, bekerja untuk stasiun televisi Barqa TV, yang selama ini dikenal mendukung sistem federal di wilayah timur Libya.

Federasi Jurnalis Internasional (IFJ) yang berbasis di Brussels, Belgia, sebuah organisasi yang mendorong kebebasan pers, mengatakan para jurnalis itu diculik di dekat sebuah pos penjagaan ISIS dan dibunuh “belum lama ini”.

“Kami sangat terkejut mendengar pembunuhan brutal ini. ISIS bertujuan untuk menebar ketakutan, namun yang kami rasakan adalah kesedihan dan berharap para pelaku pembunuhan ini bisa ditangkap untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka,” kata Presiden IFJ, Jim Boumelha.

Kelompok-kelompok militan yang loyal kepada ISIS mengeksploitasi kekosongan keamanan di Libya, di mana dua pemerintahan dan parlemen yang masing-masing memiliki tentara bertempur satu sama lain empat tahun setelah tumbangnya diktator Moammar Khadaffy.

Pemerintahan Libya yang diakui dunia internasional saat ini berbasis di wilayah timur negeri itu setelah kehilangan kendali atas ibu kota Tripoli pada Agustus tahun lalu. Setelah Tripoli jatuh, rival pemerintah Libya kemudian membentuk pemerintahan dan parlemen sendiri.