SUMBARPOS.COM – SHEILA Reswari membangun usaha es krim sejak 2014. Usaha itu bukan hanya bisa membantu orang difabel, tapi juga mengantarkan dirinya bertemu Barack Obama.
’’Osiris… Es krim Osiris…’’ Jingle penjaja es krim Osiris itu terdengar di sebuah kampung di Bantul, Jogjakarta, pekan lalu.
Pada cuaca yang panas seperti siang itu, memang paling pas kalau menyeruput sesuatu yang segar seperti es krim.
Suara jingle itu datang dari penjaja es krim yang mengenakan cool box sederhana, payung pelangi, dan sepeda motor roda tiga. Sepeda motor itu memang tidak biasa, tapi sudah dimodifikasi.
Dengan ramah, Didi, begitu sang penjaja es krim disapa, melayani pelanggannya. Menyekop es krim rasa buah Nusantara dan memberikan topping di atasnya.
Disebut rasa buah Nusantara karena rasanya memang dari buah-buahan yang ada di Indonesia. Di antaranya, buah naga, nanas madu, jambu, pisang cokelat, kelapa muda, sampai salak.
Kalau tidak ada pembeli, Didi bisa beristirahat sejenak sambil menyeka peluh di wajahnya. Kini dia terlindung dari panas matahari berkat payung pelanginya.
Pria yang usianya sudah memasuki kepala empat itu ternyata tidak sendiri. Ada perempuan muda berkerudung yang ikut menemaninya berkeliling dari satu tempat ke tempat lain untuk menjajakan es krim.
Dia membuntuti ke mana pun pria tersebut pergi. Didi memang masih baru. Baru tiga hari berjualan es krim keliling sehingga belum hafal rute yang mesti ditempuh.
Dan, perempuan itu bukan anaknya atau saudaranya. Dia adalah salah seorang yang memberikan kesempatan kepada Didi untuk bekerja berjualan es krim.
Seseorang yang memberinya kepercayaan bahwa dirinya juga mampu melakukan sesuatu yang berguna bagi orang lain.
Perempuan muda itu bernama Sheila Reswari. Dia merupakan salah seorang pendiri usaha es krim Osiris, yang tokonya berada di Jalan Parangtritis Km 20, Dusun Plebengan, Desa Sidomulyo, Bambanglipuro, Bantul.
Siang itu, Jawa Pos mampir ke tokonya sambil mencicip es krim spesial buatan komunitas difabel Bangkit Maju tersebut.
Ya, es krim itu dibuat dan dipasarkan oleh orang-orang cacat tubuh binaan Sheila dkk. Ada tujuh karyawan yang direkrut Osiris, termasuk Didi yang baru bergabung.
Cikal bakal es krim Osiris adalah buah naga. Tidak heran bila nama dan atap toko yang menyerupai kafe di tengah desa itu diberi warna ungu, sesuai dengan warna buah naga.
Sambil menyantap segarnya es buah naga, Sheila yang merupakan alumnus Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) mulai bercerita.
Sekitar 2014, dia bersama empat kawannya yang pernah sekelompok dalam PPSMB (Pelatihan Pembelajaran Sukses Mahasiswa Baru) UGM 2011 kembali berkumpul.
Mereka memang tidak berasal dari satu jurusan atau fakultas yang sama. Namun, mereka sama-sama punya misi untuk membantu sesama. Kawan Sheila itu adalah Aldo Egi Ibrahim, Ali Bachtiar Sirry, Muhammad Andira Barmana, dan Nur’aini Yuwanita Wakan.
’’Sebetulnya, waktu kuliah sudah sibuk dengan urusan masing-masing dan kami baru ketemu lagi di semester akhir,’’ kata Sheila.
Sebagai mahasiswa tingkat akhir yang jadwal kuliahnya sudah tidak terlalu padat, mereka lalu berembuk untuk membuat satu usaha yang bisa membantu kaum difabel bekerja. Setelah dimusyawarahkan, disepakati usaha itu berupa produk es krim.
Pertimbangan mereka, pasar es krim tidak pernah habis dan bisa dimakan siapa saja. Mereka juga memilih buah naga sebagai menu utama es krim itu.
Selain rasanya enak, buah naga gampang ditemukan. Apalagi, pemanfaatan buah naga menjadi produk olahan masih jarang. Karena itulah, Sheila cs kemudian mencoba memasarkan es krim buah naga dari kampung ke kampung.
”Awalnya buah naga. Tapi, dalam perkembangannya, kami juga memanfaatkan buah-buahan lain menjadi es krim andalan kami,” kata bungsu di antara empat bersaudara itu.
Tidak ingin bergerak sendiri, lima sekawan tersebut lalu mengajak komunitas difabel untuk ikut maju bersama. Kebetulan, di Desa Sidomulyo terdapat sekitar 300 difabel. Mereka bergabung menjadi komunitas difabel Bangkit Maju.
”Dari 300-an itu, yang terdaftar sebagai anggota komunitas baru sekitar 90 orang. Itu pun, yang aktif hanya 30 orang,” terang dia.
Sheila, yang berumah di Kotagede, Jogjakarta, bersama keempat temannya setiap hari mengunjungi Desa Sidomulyo untuk menemui para difabel tersebut.
Itu dilakukan mulai awal 2015. Dari situlah, dia bertemu Jaka Susila, ketua komunitas difabel Bangkit Maju, untuk menawarkan kerja sama.
Setelah mereka sepakat, sebuah kafe es krim dibangun di depan rumah Jaka. Produksi juga dilakukan di tempat yang sama.
Awalnya, produksi baru melibatkan 2–3 penyandang disabilitas. Tapi, kini sudah tujuh orang yang bergabung. Termasuk Didi, yang memasarkan produk dengan sepeda motor roda tiga karena kakinya terserang polio.
”Kata Pak Jaka, sebenarnya banyak difabel yang tertarik berjualan es krim ini. Tapi, mereka masih malu,” ujar perempuan 24 tahun itu.
Sampai titik itu, Sheila lebih mencurahkan perhatian untuk mengurus Osiris jika dibandingkan dengan mencari pekerjaan sebagai sarjana ekonomi.
Dia bangga karena bisa membantu orang lain, termasuk para difabel agar bisa menambah penghasilan.
Kebanyakan difabel di desa tersebut terkena polio. Umumnya, mereka bermata pencaharian sebagai petani.
Berkat kepedulian terhadap kaum difabel itu, Sheila bisa bertemu Presiden Amerika Serikat Barack Obama. Dia mendapat kesempatan untuk bersalaman dan berfoto bersama dengan Obama.
Pertemuan itu terjadi dalam acara Young Southeast Asian Leaders Initiative (YSEALI) di Luang Prabang, Laos, 7 September lalu.
Sheila merupakan salah satu wakil Indonesia, sedangkan Obama adalah inisiator program yang ditujukan untuk anak-anak muda Indonesia.
”Sekitar awal 2016, saya mendaftar program itu sendiri, tanpa teman-teman,” tutur Sheila.
Dalam YSEALI itu, setiap peserta harus bisa menunjukkan program yang dikerjakan dan dampaknya kepada komunitas atau kelompok masyarakat tertentu. Sheila membawa Osiris. Juga, dia terpilih menjadi salah satu peserta.
Selama lima pekan dia belajar di Arizona State University, Amerika Serikat. Dia belajar tentang kepemimpinan, cara memecahkan masalah, dan pengertian pentingnya terjun langsung dalam membangun usaha.
Setelah merampungkan program di Arizona State University, Sheila dan peserta lain diundang secara khusus oleh Obama di YSEALI Summit di Laos itu.
”Saya beruntung dapat deretan kursi paling depan sehingga bisa melihat secara langsung dari dekat saat Presiden Obama berpidato,” tuturnya.
Setelah selesai berpidato, Obama mendatangi para peserta yang duduk di deretan paling depan, lalu menyalami mereka satu per satu. Termasuk Sheila.
”Sayangnya, kami tidak boleh memotret momen penting itu,” kata Sheila.
”Percaya atau tidak, saya sampai meneteskan air mata, saking terharu dan gembiranya bisa bertemu orang sehebat Presiden Obama,” imbuhnya.
Kini makin banyak impian yang akan diwujudkan Sheila. Salah satunya adalah mengembangkan usaha Osiris.
Termasuk memberikan jaminan kesehatan, pendidikan, dan pemberdayaan kepada para penyandang disabilitas beserta keluarga mereka. ”Semoga dapat terwujud,” ucap dia.
(JPNN)