SUMBARPOS.COM – Menjadi tukang sol sepatu tak selalu identik dengan pekerjaan berat bergaji rendah. HM Haerul Ibrahim telah membuktikannya. Ia sukses dengan bisnis ”murahan” yang banyak diremehkan orang. Berikut kisahnya.
WAHYU PRIHADI SAPUTRA, Mataram
Di salah satu sudut Cilinaya, seorang pria tampak sibuk dengan aktivitasnya memperbaiki sebuah sepatu. Mengenakan peci putih, pria yang akrab disapa Pak Haji itu sedang banyak orderan.
Sejak pagi, ia sudah berjibaku dengan pekerjaannya. ”Memperbaiki sepatu rusak, alias sol sepatu, itu kerjaan saya,” katanya lantas terkekeh seperti dilansir Lombok Post (Jawa Pos Group).
Kendati hanya tukang sol sepatu bekas, jangan remehkan pria yang satu ini. Pemilik nama lengkap H Muhammad Haerul Ibrahim sudah menekuni ilmu sol sepatu sejak masih remaja. 1989 adalah tahun pertama ia mulai menggeluti usaha yang satu ini.
Ayahnya memiliki andil besar atas Haerul muda kala itu. Dialah mentor sekaligus guru yang menurunkan ilmu padanya. Awalnya, ia pribadi mengatakan tak berminat dengan pekerjaan tersebut.
Di benaknya tak ada masa depan dari pekerjaan memperbaiki sepatu bekas pelanggan yang hanya digaji beberapa rupiah saja. Namun ternyata, kini ia sangat menikmatinya. Bahkan tak mau berhenti. Terus bekerja hingga usia yang tak lagi muda.
Menyandang status tukang sol sepatu, pria yang tinggal di Turida, Sandubaya itu memiliki penghasilan yang sangat laik. Kendati enggan menyebutkan omsetnya, keberadaan empat karyawan menjadi gambaran kalau usahanya itu bisa berjalan lancar. ”Mereka saya gaji dengan nilai yang lumayan, seperti UMP lah,” katanya lantas tersenyum.
Sungguh aneh, tukang sol sepatu memiliki karyawan. Bahkan ia kini memiliki dua toko tempat berusaha yang disewa tentu dengan harga tak murah.
Pak Haji lantas menceritakan kiat suksesnya. Saat awal merintis karir dulu, ia jatuh bangun sama dengan pengusaha yang baru mulai lainnya. Tak ada modal, tak ada pelanggan, pemasukan tak sebanding pengeluaran, adalah beberapa kendala yang dihadapi.
Namun ia pantang menyerah, sambil terus berusaha, Pak Haji terus mengasah skilnya. Ia memanfaatkan betul posisinya sebagai anak tukang sol sepatu.
Semua ilmu milik sang ayah dipelajari dengan saksama. Perlahan namun pasti, ia mulai bisa menghasilkan jahitan sepatu yang lebih halus. Pelanggan pun menyukainya.
Di kampungnya ia dikenal dengan sebutan tukang sol pusaka. Mengacu pada pekerjaan yang ia wariskan dari orang tua langsung. Omset mulai bisa dikumpulkan. Ditabung untuk menghidupi anak istri.
Pertengahan 90-an adalah titik balik lain kehidupan HM Haerul Ibrahim. Dia disekolahkan oleh Pemkot Mataram. Diberikan pebelajaran singkat di Bandung. Kesempatan itu lagi-lagi dimanfaatkannya dengan baik. Semua ilmu para ahli sepatu Bandung yang memang sudah tersohor diserapnya semaksimal mungkin.
Sepulangnya, ia mulai berani membuat sendiri sepatu. Acuannya model yang sedang tren. Tak jarang sepatu-sepatu arti dan tokoh nasional bahkan internasional diikuti gayanya. Tanggapan masyarakat baik. Dari mulut ke mulut ia mulai dikenal. Selain sebagai tukang sol sepatu, ia kini dekanal sebagai pembuat sepatu mahir.
Soal kualitas dipertahankan betul sebaik-baiknya. Soal harga, ditekan serendah mungkin. Jadilah ia rutin mendapat pesanan aneka sepatu. ”Saya tak pernah promosi, tapi orang datang sendiri,” katanya.
Berkat pekerjaannya itu, laki-laki 51 tahun itu bisa sejahtera. Seluruh anaknya disekolahkan dengan laik. Istri juga bisa tenang di rumah. Bahkan ketika naik haji, semua uangnya bersumber dari bisnis remeh temeh yang dipandang sebelah mata oleh banyak orang itu.
”Alhamdulillah, saya bisa menghidupi keluarga dan karyawan saya dengan baik,” pungkasnya.
(JPNN)