SUMBARPOS.COM – KECAMATAN Paramasan, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, tergolong daerah terisolir. Kondisi ini dimanfaatkan oleh warga Desa Kandangan Barat, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS), untuk mencari nafkah dengan cara menjadi tukang ojek rute Kandangan-Paramasan.
Berkendara di subuh hari menjadi pemandangan biasa di Desa Kandangan, HSS. Kala hari masih subuh banyak melintas pengendara menggunakan motor dengan modifikasi seadanya, yaitu menggunakan ban rimba dengan shock tinggi.
Para pengendara tunggal tersebut membawa berbagai macam barang, ada yang membawa sayur, minyak dan barang lainnya.
Mereka adalah tukang ojek rute Kandangan-Paramasan. Kendaraan mereka sengaja dimodifikasi layaknya motor trail agar mampu melintasi perbukitan di Paramasan.
Sebab, jalur yang dilewati tidaklah mudah. Banyak bebatuan dan lumpur dengan medan yang selalu menanjak. Selain itu, di sisi kanan dan kiri jalan terdapat jurang.
Karena perjalanan sangat sulit dan berisiko membuat ongkos ojek dipatok tinggi.
Salah satu pengojek, Dani, menuturkan, ongkos ojek ke Paramasan satu kali naik mereka patok Rp 350 ribu
Jika membawa barang akan dikenai biaya tambahan, yaitu perkilonya Rp3 ribu.
“Tapi kalau dari Paramasan ke Kandangan lebih murah, yaitu Rp 250 per orang. Karena medannya hanya turun tidak menanjak,” ujarnya.
Ia menuturkan, harga dipatok mahal bukan karena sulitnya medan tapi juga jauhnya jarak. Dani mengaku membutuhkan waktu hingga lima jam saat mengantarkan penumpang ke Desa Paramasan Atas.
“Tangan sangat penat karena jalan terus menanjak, apalagi kalau barang yang dibawa banyak salah sedikit akan jatuh,” ujarnya.
Sudah tak terhitung lagi berapa kali sudah ia mengajak penumpangnya terjatuh. Namun, itu tak membuatnya jera karena hanya menjadi tukang ojek pekerjaan yang mampu menghidupi keluarganya.
“Awal-awal dulu yang sering terjatuh, tapi sekarang sudah lebih mahir,” ujarnya, yang mengaku menjadi tukang ojek sejak lima tahun yang lalu.
Ia menuturkan, ojek menjadi sarana paling dicari oleh masyarakat Paramasan. Karena kalau tidak ada mereka, warga Paramasan tidak akan bisa turun ke Kandangan untuk berbelanja.
“Mereka tak masalah membayar mahal, asal mereka bisa ke Kandangan. Uang mereka juga banyak, karena sebagian besar bekerja sebagai pendulang emas,” ujarnya.
Hal senada diungkapkan oleh Wiwid, salah satu tukang ojek lainnya. Meski berada di tempat terisolir, masyarakat Paramasan rata-rata kaya.
“Orang sana kaya-kaya, kami saja sering membawakan perabot mewah naik ke Paramasan. Kadang ada yang minta bawakan kulkas dan televisi,” ungkapnya.
Ia mengatakan, setiap hari Sabtu dan Minggu warga Paramasan pasti banyak yang turun ke Kandangan.
Sebab, di hari tersebut ada pasar besar buka di Kandangan. “Di hari itu mereka akan belanja besar,” katanya.
Sementara di hari lainnya saat warga Paramasan tidak ada yang turun, para pengojek biasanya tetap naik ke Paramasan untuk berjualan bahan bakar mesin pendulang.
“Kalau tidak ada penumpang kami membawa minyak ke sana, harganya jelas beda jauh dengan di Kandangan,” ujar Wiwid.
Ia menuturkan, di Paramasan mereka menjual satu liter bensin dengan harga Rp10 ribu. Meski mahal, bensin yang mereka bawa akan cepat ludes terjual.
“Sekali naik kami bisa membawa 300 liter bensin,” pungkasnya.
(jpnn)